Pola Sasaran

Promod Batra, dalam karyanya Bom To Be Happy (2002), menuturkan salah satu hasll pengamatan kecilnya terhadap gaya hidup manusia dewasa ini. 

Read more

Beberapa tahun silam, secara kebetulan Batra berjumpa dengan seorang pria yang sangat karismatis dalam sebuah pesta. Pria ini seorang profesional berkedudukan tinggi yang bergelimang perhatian dari orang-orang di sekitarnya. Dengan gentleman-nya, ia memesona semua orang dengan sopan santunnya yang menyenangkan dan tingkah lakunya yang ramah. 

Dalam pandangan Batra, ia benar-benar seorang pria yang sangat sukses! 

Dari kejauhan, Batra memperhatikan pria tersebut. Tiba-tiba ia berjalan kearah Batra karena harus menerima panggilan telepon genggamnya. Sepintas Batra tahu ia sedang berbicara kepada putrinya melalul telepon. Nadanya tidak sabaran, bahkan terkesan kasar. 

Jelas sekali ia tidak mau diganggu ketika sedang sibuk melakukan kegiatan sosial yang pentingl Batra mengaku terpana mellhat kenyataan itu. Di balik penampilan luar yang tampak sukses dan bahagia, Batra menangkap kilasan sosok pria yang sedang membuat setiap orang senang, kecuali orang-orang yang sebenarnya sangat berharga dalam hidupnya keluarganya. 

Membaca bagian itu membuat saya teringat pada keluhan lstri saya sendiri. Dalam suatu kesempatan, ia mengaku kesulitan memahami cara saya berkomunikasi dengannya. "Kamu lebih ramah kepada orang lain, ketimbang terhadapku," katanya tak senang. 

Dan pada kesempatan lain, la pernah berkata, "Kamu selalu punya waktu untuk orang lain, tetapi susah memberi waktu untukku, istrimu." 

Saat itu saya langsung terdiam. Merenung. 

- Jangan-jangan la benar. 

- Jangan-jangan saya sudah lebih mementingkan kesan yang ingin saya tampilkan kepada pihak luar, mulal dari rekan kerja sampai para kllen yang saya layani. 

- Jangan-jangan saya memang punya anggapan bahwa kepada istri dan anak-anak saya boleh bersikap seenaknya, sementara terhadap orang lain saya harus menampilkan diri saya yang terbaik. 

- Atau, lebih gawatnya lagi, jangan-jangan dalam pikiran bawah sadar saya, istri atau lebih luas keluarga sudah tidak berada di urutan yang penting. Dan Bukan prioritas. 

Apakah saya telah menjadi orang seperti itu? 

"Bagaimana kita tahu bahwa keluarga masih kita anggap penting..? tanya saya dalam hati. 

Atau, bagaimana kita tahu bahwa ternyata (meskipun ini mungkin tidak kita sadari sepenuhnya dan tidak ingin klta akui secara terbuka) keluarga tidak kita anggap penting lagi..? 

Apa ukuran yang bisa digunakan untuk melakukan penilalan? 

Buat saya, pertanyaan semacam itu tidak mudah dljawab dengan jujur. Secara logika, keluarga tentu harus dianggap penting. Kalau keluarga tidak penting lagi, mengapa harus berkeluarga, bukan? 

Namun, benarkah keluarga penting? 

Apa buktinya? 

Tiba-tiba saya teringat pada kebiasaan menetapkan sasaran tahunan. Ya, sasaran tahunan. Biasanya saya membuat sejumlah sasaran tahunan di hari ulang tahun saya, dan menegaskannya kemball saat resolusi awal tahun baru. Sasaran-sasaran yang saya buat tentu akan mencermlnkan apa saja yang saya anggap penting dan bernilai. 

Jadi, segera saja saya mengumpulkan catatan mengenai sasaran-sasaran yang pernah saya buat dalam beberapa tahun terakhlr. 

Saya menyimak daftar itu. Mencoba mencarl Jawaban apakah keluarga benar-benar penting bagi saya. Kalau memang penting, tentunya saya akan dengan mudah menemukan sejumlah sasaran yang bertalian dengan keluarga. 

Dalam daftar sasaran tahunan itu, tampak sebuah pola. 

Ya, sebutlah pola sasaran. Ada beberapa soal yang selalu muncul. Misalnya, soal target penghasilan yang ingin dlcapai. Juga jumlah karya tulis yang ingin saya selesaikan dan jumlah jam mengajar setahun ke depan. Lalu, sejumlah barang yang lngin saya beli/miliki tercantum pula. 

Berikutnya tercatat jumlah hari libur bersama keluarga; jumlah donasi yang ingin disumbangkan; jumlah tabungan yang ingin diinvestasikan; jumlah waktu kegiatan sosial-keagamaan; dan sifat atau watak yang ingin saya perkuat sesuai nilai-nilai yang saya anggap penting. Sasaran yang pernah ada, tetapi dalam tlga tahun terakhir sudah hllang adalah target pengembalian utang karena sudah dilunasi. 

Sasaran yang muncul belakangan adalah soal berat badan yang ingin saya pertahankan di kilogram tertentu untuk menjaga kesehatan. Pada target jumlah hari libur bersama keluarga, ada catatan khusus. 

Catatan itu menunjukkan bahwa pelaksanaannya beberapa kali lebih rendah dari yang dlrencanakan. Artinya, saya kurang disiplln dalam soal liburan bersama keluarga. Namun, ada catatan positifnya juga. Secara rata-rata, saya menghablskan waktu 14-20 jam per minggu bersama anak-anak, bermain bersama mereka, atau menemani mereka saat mau tidur. 

Dan yang masih kurang adalah waktu kencan bersama istri. Yang terakhir lni belum tentu seminggu sekali. Jadi, keluhan istri saya memang benar. Saya perlu belajar memberinya waktu lebih banyak. Menyimak pola sasaran yang pernah saya susun beberapa tahun terakhir, saya menemukan jawaban yang saya earl. 

Target tahunan yang pernah ada itu menunjukkan bahwa keluarga penting artinya bagi saya. Walau saya mungkin bukan suami dan ayah ideal bagi keluarga, saya merasa perlu berjuang ke arah itu. Saya menganggap penting bercengkerama dengan anak-anak dan menemanl mereka tidur. 

Saya menganggap penting berlibur bersama keluarga beberapa hari setiap tahun. Dan semua hal itu selalu saya tetapkan sebagai bagian dari sasaran tahunan sejak belasan tahun silam. 

Pola sasaran tersebut juga menuturkan kepada saya hal lain. Saya tiba-tlba: sadar bahwa saya bukanlah tipe manusia yang mengejar keberhasilan finansial sebagai pertanda kesuksesan hidup yang paling penting, apalagi satu-satunya. 

Saya memang mengejar keberhasilan finansial, tetapi lebih mengutamakan keseimbangan dengan bidang kehidupan yang lain. Saya ingin memiliki barang-barang tertentu, tetapi tidak bersedia mengorbankan nilai-nilai yang saya yakini. 

Saya ingin memperoleh apa yang ada di luar tubuh, benda berharga yang bisa dimiliki tetapi hanya yang membuat hati di dalam tubuh saya bahagia, damai, dan sejahtera. 

Pola sasaran saya menghadirkan berbagai hal: ada dialog, ada paradoks dan pertentangan, serta ada upaya mencari titik keseimbangan dan keharmonisan secara berkesinambungan. Demikianlah sasaran-sasaran tahunan yang saya buat menunjukkan pola yang mencerminkan apa yang sungguh-sungguh penting bagi saya. 


Bagaimaina dengan pola sasaran Anda?



Prokopton