The illlterate of the 21st century will no be those who cannot read and write, but those who cannot learn, unlearn, and relearn.
Read more
Mereka yang buta huruf di abad ke-21 bukanlah orang yang tidak bisa membaca dan menulls, melainkan mereka yang tidak dapat belajar, melepaskan pelajaran yang kadaluarsa, dan belajar kembali.
-ALVIN TOFFLER
Untuk waktu yang lama saya selalu gamang memikirkan apakah perbedaan esensial antara pembelajaran anak-anak dan pembelajaran orang dewasa.
Benar bahwa keduanya tentulah berbeda. Pembelajaran anak-anak bertumpu pada situasinya yang masih sangat kurang dalam aspek informasi, pengetahuan dan keterampilan (knowledge-skills), ilmu pengetahuan dan nilai-nilai (science-values). Karena itu proses pembelajaran anak-anak bersifat memasok informasi, pengetahuan dan keterampilan, dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai yang relatif baru.
Entah dengan metode yang membuat siswa aktif, berpusat pada siswa, atau metode yang lebih tradisional dimana pengajar memainkan peran dominan, tujuannya tetap memasok informasi, pengetahuan dan keterampilan, dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai tertentu yang relatif baru kepada siswa yang belajar.
Sementara ltu, orang dewasa secara relatif diasumslkan telah memilih banyak lnformasl, pengetahuan dan keterampllan, dan ilmu pengetahuan maupun nilai-nilal, yang diperoleh lewat proses pembelajaran formal di sekolah-universitas; proses pembelajaran nonformal di kursus-kursus dan lembaga pelatihan; dan proses pembelajaran informal lewat interaksi sosial di masyarakat Oleh sebab ltu proses pembelajaran orang dewasa tidak lagl bersifat sekadar memasok informasi, pengetahuan dan keterampilan, dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai yang baru.
Ia memerlukan proses yang berbeda. Pembelajaran orang dewasa harus dilakukan secara dialogis, komunikasi dua arah, ltu pasti.
Pembelajaran orang dewasa perlu kontekstual dan aplikatif, sesuai situasi dan kondisi hldup yang dihadaplnya dan apa yang dipelajari mesti dapat diterapkan, itu juga penting.
Pembelajaran orang dewasa mesti melibatkan mereka, menyentuh motivasi mereka, menghargai mereka, memperlakukan mereka sebagai subjek, dan seterusnya. ltu semua benar.
Namun, saya merasa tldak puas dengan semua jawaban semacam ltu. Mestinya ada jawaban yang leblh balk. Belakangan, ketlka saya merenungkan kata LEARN, UNLEARN dan RELEARN muncullah jawaban yang hemat saya lebih baik.
LEARN
Kata learn lebih tepat digunakan dalam proses pembelajaran anak-anak. Proses mendapatkan, memperoleh, mengumpulkan informasl, pengetahuan dan keterampilan, dan ilmu pengetahuan dan nilal-nilai hldup yang relatif baru, itulah makna "learn" (belajar).
Lewat proses pembelajaran ini anak-anak membentuk pola pikirnya, mengasah keterampilannya, menemukan dan menumbuhkan nilai-nilai serta sikap hidup dalam dlrinya, dan dalam proses lnteraksinya dengan sesamanya. Dan setelah proses pembelajaran ini berlangsung dalam periode tertentu, maka ia menjadl manusia dewasa.
Artinya, secara relatif ia telah memiliki lnformasl, pengetahuan dan keterampllan, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang bisa ia pergunakan untuk hidup berdikari, mandiri dalam relasi dengan masyarakatnya.
Apakah orang dewasa masih perlu belajar?
Tentu saja. Namun, pembelajaran orang dewasa tidak lagi sekadar bermakna "learn"; tidak lagi sekadar mendapatkan, memperoleh, mengumpulkan.
Saya bahkan berpendapat bahwa proses pembelajaran orang dewasa yang paling menantang adalah unlearn
pada satu sisi, dan kemudian "relearn" pada sisi lainnya. Belajar dalam arti "unlearn" adalah meninggalkan, melepaskan, mencopot, atau membuang pelajaran-pelajaran yang ternyata tidak benar, tidak balk, tidak berguna, tidak mendatangkan manfaat, kurang komplit, kadaluarsa, dan ketinggalan zaman.
Unlearn juga berarti meninggalkan kebiasaan lama yang tidak sehat, kebiasaan yang menghambat kemajuan, kebiasaan yang merusak kesehatan, kebiasaan yang mengancam hubungan silaturahim dengan sesama, dan berbagai kebiasaan yang buruk serta tak berguna lainnya; yang sudah terlanjur ada dalam diri kita.
Kegiatan inti dalam proses unlearn• adalah dekonstruksi dari konstruksi yang telah dibentuk lewat proses learning sebelumnya; yakni dengan meninggalkan-melepaskan-mencopot-membuang, membongkar apa yang sudah ada, sudah dipelajarl.
Pada sisi lain orang dewasa juga belajar dalam arti relearn~ yakni memperbaiki pengetahuan yang salah, meningkatkan keterampilan yang kurang, meluruskan pemahaman yang keliru, mengadopsi nilai-nilai baru yang lebih dekat dengan kebenaran, dan seterusnya.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa "relearning" adalah proses rekonstruksi, mengganti apa yang sudah di-unlearn• (dekonstruksi). Kegiatan Inti dalam proses relearning adalah rekonstruksl dengan memperbaiki, meningkatkan dan meluruskan. Dan ini tentu harus berlangsung terus sepanjang hayat di kandung badan.
Orang dewasa yang biasanya merokok dan kemudian meninggalkan kebiasaan merokoknya itu karena suatu kesadaran baru tentang kesehatan, sesungguhnya sudah melakukan unlearn (dekonstruksi). Orang dewasa yang biasanya tidak menyediakan waktu untuk olah raga. tetapi kemudian atas nasihat dokter dengan terpaksa berolah raga secara rutin, juga mengalami proses unlearn (dekonstruksi) dan relearn (rekonstruksi) sekaligus.
Orang dewasa yang tidak mahir berbicara di depan umum. lalu mengikuti pelatihan berbicara di muka umum, sesungguhnya sedang belajar dalam arti unlearn· dan relearn juga.
Orang dewasa yang mengalami trauma atau memilikl phobia tertentu, lalu datang menemul psikolog atau terapis untuk dlbantu menghilangkan trauma atau phobia tersebut, pada dasarnya sedang dibantu mengalami unlearn dan relearn.
Dengan pemahaman sederhana di atas, undangan untuk menjadi pembelajar seumur hldup menjadl sangat logis dan masuk akal. Sebab, siapa saja yang sudah cukup banyak "learn· ( mendapatkan, memperoleh, mengumpulkan punya konstruksi pikiran, keterampllan, keyakinan nilai dsb), akan menemukan banyak dari apa yang sudah la pelajari itu ternyata masih harus dan perlu di unlearn· (meninggalkan, melepaskan, membuang dekonstruksi ) dan ia perlu relearn.. ( memperbaiki, meningkatkan, meluruskan: rekonstruksl).
Jadi, pembelajaran anak-anak lebih terpusat para proses "learn: yakni membangun konstruksi pikiran, keterampilan, keyakinan, nilai-nilai, dsb. Sedangkan pembelajaran orang dewasa lebih banyak berkutat pada soal unlearn (dekonstruksi) dan "relearn" (rekonstruksi).
Dan kalau pembelajaran disederhanakan sebagai proses yang terkait dengan mindset atau pola pikir; maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran anak-anak lebih merupakan proses membentuk pola pikirnya (mindset); sementara pembelajaran orang dewasa lebih merupakan proses memeriksa untuk kemudian membongkar dan/atau menata-ulang pola pikir tersebut.
TUJUAN LEARN, UNLEARN, RELEARN
Mengapa orang dewasa perlu terus belajar dalam arti unlearn dan relearn?
Jawaban paling sederhana yang saya pahami adalah agar tujuan pembelajaran itu tercapai, yakni manusia menjadl dirinya yang terbaik, manusia menjadi manusiawi sebagaimana la diciptakan oleh Tuhan.
Seperti pernah dikatakan Peter Senge dalam The Fifth Discipline (Doubleday, 1995),
Pembelajaran sebenarnya mendapatkan inti artinya untuk menjadl sangat manusiawi (humanis).
Melalui pembelajaran kita menciptakan kembali diri kita.
Melalui pembelajaran kita dapat melakukan sesuatu yang tidak pernah dapat kita lakukan sebelumnya.
Melalui pembelajaran kita merasakan kembali dunia dan hubungan kita dengan dunia tersebut.
Melalui pembelajaran kita memperluas kapasitas kita untuk menciptakan, menjadi bagian dari proses pembentukan kehidupan. Menjadi manusia yang manusiawi itu juga berarti memposisikan manusia dalam hierarki yang jelas dan gamblang, sesual dengan sejarah penciptaannya (ordo creatio); yakni pertama, menempatkan Tuhan, Sang Pencipta segala sesuatunya
kedua, menempatkan sesama manusia sebagai mitra kerja di muka bumi dalam hubungan yang bersifat mutualistik;
ketiga, menempatkan alam semesta sebagai tanggung jawab untuk dikelola agar lestari dan menopang kehidupan semua mahluk yang ada di muka bumi.
Melaksanakan tri-tugas ( TRI HITA KARANA ) tersebut sama artinya dengan menjadi manusiawi, menjadi sesuai dengan fitrah, sesuai harkat dan martabat manusia itu sendiri.
Prokopton
